Oppenheimer melihat sejarah dengan cara dramatis
Oppenheimer karya Christopher Nolan berdasar pada buku biografi tahun 2005 berjudul ” “American Prometheus” oleh Kai Bird dan Martin J. Sherwin. Oppenheimer difilmkan dalam kombinasi film format besar IMAX 65 mm, pertama kalinya dalam sejarah, bagian dalam fotografi film hitam-putih IMAX.
Film ini tayang perdana di Le Grand Rex di Paris pada tanggal 11 Juli 2023, dan dirilis secara di bioskop Indonesia pada 19 Juli 2023. Perilisannya yang bersamaan dengan Barbie karya Greta Gerwig.
Mengisahkan kehidupan J. Robert Oppenheimer (Cillian Murphy) seorang fisikawan teoretis Amerika yang berperan penting dalam mengembangkan senjata nuklir pertama sebagai bagian dari Proyek Manhattan, dan dengan demikian mengantarkan pada Atom Era.
Dimulai lambat dari kehidupan sebelum proyek Manhattan
Peran Robert Oppenheimer tak terlalu istimewa di babak pertama film. Sedikit mengekspos kehidupan pribadinya dengan kisah romansanya bersama sang istri Oppenheimer, Katherine “Kitty” Oppenheimer (Emily Blunt).
Walaupun kisah itu tidak mulus, terdapat kisah lain yang bersemi dengan hadirnya Jean Tatlock (Florence Pugh). Kisah romansa di awal ini akan sangat berpengaruh di sidang yang dirinya jalani sampai akhir laga.
Pembentukan tim yang terdiri dari banyak insinyur, awalnya diprakarsai sosok Jenderal Leslie Groves (Matt Damon) yang juga menjadi direktur Proyek Manhattan. Sempat kita diperlihatkan Albert Einstein (Tom Conti), bukan untuk soal fisika tapi tentang tanggung jawab di akhir laga.
Bukan film science
Yang berharap akan film fisika dan segala macam teori untuk membuat bom atom, salah besar. Gejolak drama kehidupan pribadi yang dialami Robert Oppenheimer, terpampang lebih jelas.
Ada juga unsur, bagaimana para insinyur berdebat tentang membuat reaksi energi dan memaksimalkannya menjadi senjata. Sangat minim sekali, mereka menggunakan kata senjata, atau bahkan bom sekalipun.
Sejak awal film Robert yang begitu tertarik dengan teori kuantum relativitas, berkaitan juga dengan energi nuklir yang akan dibuatnya nanti. Semua teori dan hal ilmiah hanya tampil mungkin kurang dari 20%.
Kecerdikan Nolan dalam menyusun naskah, lebih berfokus apa yang terjadi kala itu. Seperti film sejarah. Semua peran diberi porsi sesuai. Bahkan Robert Oppenheimer tampil tidak begitu dominan. Peran Einstein yang kita tunggu, hanya sebagai pemanis, karena bukan dia bintangnya.
Kisah maju mundur
Alur campuran, mungkin akan membuat kita kesulitan untuk merangkai semua kisahnya yang berujung pada sidang Robert versus Lewis Strauss (Robert Downey Jr.).
Mungkin bukan sekedar sidang biasa, karena kita dibawa dalam sudut pandang Robert, jadi kita mau tidak mau mendukung dengan alibi dan alasan semua yang dilakukan Robert.
Beberapa sudut pandang Strauss dibuat dalam format hitam putih, menegaskan bahwa kubu Strauss juga mempunyai argumen terhadap kesaksian dan apa yang dilakukan Robert membahayakan keamanan nasional.
Kubu manakah Robert?
Babak kedua, selepas Robert melakukan tes dan ternyata bom atom nya berhasil meledakkan Hiroshima dan Nagasaki, keseruan baru di mulai. Semua rangkaian drama di awal, kita harus ingat.
Mungkin 3 jam terlalu lama, sehingga beberapa kepingan yang cukup rumit, jadi kendala utama plot besar ini. Walaupun plot utamanya momen bersejarah, namun banyak hal yang memang harus dibaca atau kita tahu di luar film ini.
Serasa menonton sidang yang saling berseteru, semua akan dibuka dengan gamblang di akhir laga. Banyak peran yang berkontribusi di babak ketiga, yang awalnya terlihat hanya sebagai peran pelengkap.
Dugaan-dugaan yang berkaitan dengan Robert, seling berganti membelokkan pemikiran kita. Banyak saksi yang muncul juga di awal laga, mengingatkan kita tentang apa yang terjadi beberapa menit jika kalian lupa di 2 jam pertama.
Film minim efek ala Nolan
Seperti karya-karya sebelumnya, Nolan menggunakan efek praktis yang ekstensif dan gambar yang dihasilkan komputer secara minimal. Memang film ini kuat akan dialog dan performa acting para pemerannya.
Sehingga efek praktis, tidak diperlukan. Mungkin untuk memaksimalkan latar tahun 1940-50an, sudah sangat tegambar. Apalagi kostum, properti, dan cara pengambilan gambar menguatkan emosi kita sebagai penonton.