Sinden Gaib adaptasi kisah nyata tentang penyatuan roh halus dan manusia.
Menjelang akhir bulan Februari, bioskop Indonesia menghadirkan empat film nasional terbaru. Dengan tayangan horor yang masih mendominasi, salah satu judul yang dirilis adalah Sinden Gaib dari sutradara Faozan Rizal.
Diangkat dari kisah nyata pada tahun 2010 silam, film ini mengikuti seorang wanita yang jiwanya menyatu dengan makhluk halus setelah mengalami beragam peristiwa mistis.
Kejadian bermula saat Ayu (Sara Fajira) dan Rara (Laras Sardi) sedang syuting tari di Watu Kandang, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Saat itu, salah seorang pria mengambil batu keramat dari sekitar lokasi. Sejak itu, Ayu terus diganggu oleh sinden bernama Mbah Sarinten, sosok dari jagat alam gaib Watu Kandang setelah terusir dari Banyuwangi.
Kisah hidup Ayu berubah drastis. Ia semakin sering melamun, bernyanyi tembang Jawa di malam hari, serta menghilang secara misterius – dengan kata lain, kesehariannya terus dipenuhi hal-hal mistis. Kedua orang tuanya pun berusaha untuk menutupi masalah tersebut, namun akhirnya terungkap dan menjadi buah bibir warga.
Berbagai upaya kemudian dilakukan untuk membebaskan Ayu dari gangguan sosok Sarinten, mulai dari meminta bantuan dukun hingga melibatkan pembuat konten supranatural. Namun, gangguan tersebut tidak berkurang, malah semakin parah.
Peristiwa ini ternyata merambat lebih jauh hingga membuka gerbang dunia gaib. Alhasil, bukan hanya nyawa Ayu saja yang terancam.
Alur cerita agak berantakan
Sebagai salah satu yang tidak mengikuti kisah nyata dari peristiwa menyeramkan di Trenggalek ini, Sinden Gaib bisa dibilang gagal menyampaikan pesan secara keseluruhan dan menarik benang merah cerita.
Pada babak awal hingga pertengahan, alur masih bisa dimengerti – meskipun building yang dibuat terlalu cepat sehingga tidak meninggalkan kesan kepada penonton. Latar belakang setiap tokoh atau pemeran pun kurang dijelaskan dengan baik. Alhasil, bagi yang tidak mengikuti berita dari peristiwa nyata ini, mungkin akan ketinggalan banyak petunjuk berguna.
Sinden Gaib seakan hanya reka adegan dari narasi berulang yang tidak dirangkai menjadi sebuah cerita padu penuh chemistry. Terbukti menuju babak terakhir, film ini semakin ngalor-ngidul entah mau dibawa kemana. Mulai dari kesurupan Mbah Sarinten, keikutsertaan konten kreator, kemunculan mendadak hantu primata gelap, sampai peristiwa terbukanya gerbang dunia gaib. Pada intinya, siapa yang sebenarnya ingin diselamatkan?
Meski begitu, patut diapresiasi bahwa film ini mampu mengangkat unsur-unsur lokal lewat kebudayaan Jawa yang kental serta beragam tembang merdu. Sinden Gaib menjadi salah satu contoh, bahwa ada banyak mitos atau cerita mistis daerah yang bisa digali dan diangkat ke layar lebar untuk menambah khazanah horor Indonesia.
Apakah jumpscare kembali jadi andalan?
Kehadiran “jumpscare” sepertinya menjadi andalan di film ini. Sejak awal, tidak hentinya sang sutradara memberikan ketegangan lewat penampakan mendadak. Belum lagi skoring dalam Sinden Gaib juga sangat mendukung adegan tertentu. Para penggemar horor Indonesia seharusnya sudah bisa menduga di mana makhluk halus ini akan muncul, seperti di kamar mandi, rumah kosong, serta hutan lebat.
Sayangnya, film ini justru membuat penonton penat karena hanya terkesan “dikagetkan” saja. Alangkah baiknya penggunaan jumpscare juga diiringi dengan pengembangan cerita, sehingga tidak melulu mengandalkan serangan mendadak bagi para penonton. Memang terbukti menakutkan, namun juga melelahkan.
Akting memukau dari Sara Fajira
Bagi yang masih ragu menonton film Sinden Gaib, maka alasan terkuat jatuh kepada penampilan dan akting memukau dari Sara Fajira sebagai Ayu.Tak disangka, ia benar-benar mendorong cerita dari awal hingga akhir, membuatnya lebih seru dan menarik.
Adegan yang tidak dapat hilang dari ingatan, yaitu ketika Sara harus bertukar peran secara cepat menjadi hantu sinden dan primata jahat. Tentu itu bukanlah hal yang mudah, mengingat ia harus bisa menjaga emosi penonton sekaligus menyampaikan pesan dengan jelas. Penampilan tersebut layaknya obat dari rasa bosan menuju ending film.
Memulai karir di dunia perfilman sejak tahun 2021 lalu – yang terbilang masih baru, sepertinya produser atau sutradara Indonesia harus melirik potensi bintang muda yang satu ini di industri horor. Entah peran apalagi yang akan ia mainkan ke depannya, namun besar harapan Sara Fajira terus memberikan performa terbaik.
Sinden Gaib tentu masih memiliki banyak kekurangan, terutama dari segi cerita dan penggunaan jumpscare yang berlebihan. Jika dibandingkan dengan beberapa film yang tayang di waktu bersamaan, mungkin ini bukan pilihan yang terbaik. Namun, tidak ada salahnya mencoba menyaksikan film ini karena unsur lokalitas yang kental serta kemampuan akting tokoh utama – Sara Fajira, yang memukau.
Sekali lagi, film ini seharusnya menjadi salah satu contoh bahwa ada banyak kisah-kisah daerah yang bisa diulik ke layar lebar. Masalahnya, siapakah yang bisa menyampaikan cerita tersebut dengan menarik dan bijak?