The Hunger Games The Ballad of Songbirds and Snakes kembalikan semanget Hunger Games yang hilang
The Hunger Games merupakan salah satu pagelaran franchise terbaik dan layak disandingkan dengan nama-nama besar seperti, Harry Potter, Divergent, Maze Runner, dan lain sebagainya.
Bahkan dengan kualitas yang dimiliki oleh 2 film pertama yaitu The Hunger Games (2012) dan The Hunger Games : Catching Fire (2013), The Hunger Games berada di posisi paling atas. Walaupun pada akhirnya franchise ini jatuh di lubang yang sama.
Kesalahan terbesar terjadi ketika Mockingjay dibagi menjadi 2 film. Dimana Mockingjay part 1 yang hanya berfokus pada intrik politik dan “proses behind the scene pembuatan video orasi” dan dikemas dengan sangat generik serta membosankan. Sedangkan pada Mockingjay part 2 yang menitikberatkan pada aksi melupakan esensi dalam bercerita.
The Hunger Games The Ballad of Songbirds and Snakes ibarat sebuah penebusan dosa yang dilakukan oleh Francis Lawrence. The Ballad of Songbirds and Snakes merupakan bagaimana Mockingjay harusnya dikemas.
Keseimbangan dalam bercerita adalah kunci
Dalam keberhasilan The Hunger Games The Ballad of Songbirds and Snakes mulai dari penceritaan, pendalaman karakter, dan dalam segi membangun worldbuilding Hunger games itu sendiri.
Mengambil latar 64 tahun sebelum The Hunger Games yang diikuti oleh Katniss, dimana dalam film ini acara aksi saling membunuh dalam 1 arena baru terlaksana selama 10 tahun. Disinilah sangat terlihat dengan jelas kehebatan dari sisi artistik, penceritaan, dan penyutradaraan. Kita bisa melihat bagaimana perbedaan dunia yang ada saat ini dengan ketika zaman Katniss Everdeen menjadi peserta The Hunger Games.
Coriolanus Snow (Tom Blyth) yang notabene nya sebagai villain dalam franchise utama kali ini berperan sebagai karakter utama semasa muda. Dalam pelaksanaan The Hunger Games ke-10, terdapat tantangan dimana masing-masing kandidat dari Academy Capitol harus menjadi pendamping atau tutor bagi para peserta The Hunger Games dimana yang menjadi pemenang akan mendapatkan hadiah yang besar.
Coryo sebagai anggota academy mendapatkan pasangan yaitu Lucy Gray (Rachel Zegler) yang berasal dari district 12. Dari sini dimulailah perjalanan keduanya untuk memenangkan Hunger Games. Diawali hanya sekedar cara untuk mendapatkan hadiah serta bertahan hidup, menjadi sebuah kisah romansa.
Posisi The Hunger Games The Ballad of Songbirds and Snakes sebagai prekuel memiliki beban yang berat. Karena kita semua tahu bagaimana karakter Coryo kedepannya. Dan ini menjadi salah satu tugas utama dari segi penceritaan adalah bagaimana penonton bisa melihat dan merasakan perjalan Coriolanus Snow hingga pada akhirnya menjadi sosok diktator yang sangat bengis dan kejam, sehingga transformasi inilah yang menjadi pondasi utama dalam bagaimana film ini bekerja.
Transformasi menari karakter Coriolanus Snow atau Coryo
Karakter Coryo diperlihatkan dari awal bahkan hingga akhir bagaimana dirinya hidup dengan prinsip bertahan hidup. Apalagi digambarkan dengan latar belakang bahwa Coryo merupakan warga capitol yang miskin bahkan disebutkan bahwa dirinya dengan Lucy Gray yang berasal dari district tidaklah jauh berbeda.
Namun, transformasi inilah yang paling penting. Coryo akan melakukan apa saja, tak peduli apakah akan menyakiti orang lain, apakah cara tersebut salah atau benar, asalkan dirinya selamat, namun masih ada rasa humanisme yang terselip dalam hatinya yang tumbuh karena rasa cinta.
Namun segi penceritaan dapat membuat kita bisa melihat bagaimana rasa humanisme dalam diri Coryo perlahan mulai menghilang. Ditambah dengan kematian sahabatnya Sejanus Plinth dan fakta bahwa dirinya dikhianati oleh Lucy Gray di akhir film yang sejalan dengan perkataan nya bahwa hal yang paling kita cintai merupakan hal yang paling menyakitkan dan bahwa kehidupan nyata merupakan The Hunger Games yang sesungguhnya.
Namun filmnya tidak hanya berfokus pada Coryo, secara worldbuilding juga berjalan dengan mulus. Kita bisa melihat perbedaan dengan jelas antara Hunger Games masa Lucy Gray dengan Hunger Games masa Katniss. Hal ini juga yang akhirnya memunculkan sense of believe bahwa dunia Hunger Games ini hidup dan berkembang.
Sajian politik penuh intrik
Begitu pula dari intrik-intrik politik yang ada dibelakangnya. Bagaimana Hunger Games dan media digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi masyarakat dan bagaimana Hunger Games selain aksi bunuh-membunuh juga menjadi medium untuk menunjukkan kedigdayaan Capitol.
Hal ini serupa dengan sisi aksi yang dihadirkan. Tanpa jagoan yang handal dengan anak panah, tanpa adanya tantangan-tantangan yang unik, dimana Hunger Games kali ini sangatlah sederhana, namun diluar dugaan mampu memberikan ketegangan kala menonton yang sedikit mengingatkan akan 2 film pertama Hunger Games.
Bukti kelihaian dan kreativitas Francis Lawrence dalam menciptakan sebuah sajian aksi Hunger Games yang epik, walaupun tanpa adanya berbagai macam hal unik yang menjadi ciri khas Hunger Games.
The Hunger Games The Ballad of Songbirds and Snakes adalah wujud asli dalam bagaimana keseimbangan bercerita dicapai. Antara aksi, pendalaman karakter, worldbuilding, hingga intrik politik dapat diceritakan dan dieksekusi dengan sangat apik sehingga masing-masing aspek saling silih berganti dan tidak ada yang terlalu dominan.
The Hunger Games The Ballad of Songbirds and Snakes mengembalikan lagi spirit The Hunger Games yang telah lama hilang.