Songbird pandangan kontroversial tentang pandemi
Songbird sebuah film thriller pandemi yang disutradarai oleh Adam Mason, tayang di bioskop pada saat dunia sedang bergulat dengan kecemasan nyata akan COVID-19.
Film fiksi ilmiah ini mengambil pendekatan fiksi, menggambarkan masa depan yang dirusak oleh virus yang sangat menular dan mematikan.
Film ini berlatar di Los Angeles, empat tahun setelah pandemi global yang disebabkan oleh virus COVID-24 yang bermutasi. Masyarakat telah terpecah belah, dengan penerapan karantina dan pemeriksaan kekebalan yang memecah belah populasi.
Ceritanya mengikuti Nico (KJ Apa), seorang kurir sepeda motor dengan kekebalan alami, dan Sara (Sofia Carson), seorang musisi yang terjebak di gedung apartemennya. Kisah cinta terlarang mereka berkembang di tengah ancaman infeksi yang terus-menerus dan kebrutalan aparat penegak hukum yang menjaga ketertiban.
Alur ceritanya mudah ditebak
Film ini dapat dilihat sebagai kisah peringatan tentang potensi bahaya pandemi atau hilangnya kesempatan untuk menyampaikan cerita yang lebih bernuansa dan menggugah pikiran.
Plotnya memang meninggalkan banyak plot-hole. Ada karakter yang menjual gelang kekebalan. Seorang wanita muda yang mengundang pria ke kamar hotelnya untuk berhubungan seks sambil tetap memakai masker di sana.
Seorang veteran yang menggunakan drone-nya untuk memeriksa kota. Semua karakter ini tidak menarik.
Keseluruhan ceritanya tidak peka terhadap pandemi yang sedang berlangsung. Songbird masih menjadi film kontroversial. Meskipun film ini berusaha mengeksplorasi pokok bahasannya secara tepat waktu, pelaksanaannya membuat sebagian penonton merasa terganggu dan tidak puas.
Karakter kurang berkembang
Tidak fokus yang jelas tentang arah perjuangan karakter. Bagaimana menghadapi pandemi yang pelik di kala tahun 2020, dengan perspektif yang mungkin tidak related dengan masa-massa berjibaku survive.
Dua pemeran utama romantis, yang diperankan oleh KJ Apa dan Sofia Carson, mendapatkan sebagian besar waktu tayang, dan alur cerita mereka bisa dibilang paling berhasil.
Namun, kisah mereka terasa hambar, dan sangat turunan dari segudang kisah percintaan terkutuk lainnya. Kedua orang jahat, Peter Stormare dan Bradley Whitford, tidak bersemangat dan membosankan, tidak bisa melakukan sesuatu yang berkesan.
Tambahkan beberapa karakter lain yang dimainkan oleh Demi Moore, Craig Robinson, dan Alexandra Daddario, dan kalian akan mendapatkan pemeran yang cukup berbakat yang tidak diberi banyak hal untuk diajak bekerja sama.
Metafora Berat dan nada yang tidak merata
Film ini menggunakan pandemi ini sebagai batu loncatan untuk mengeksplorasi tema-tema kontrol sosial, kesenjangan kelas, dan upaya yang dilakukan orang-orang di masa-masa sulit.
Namun, metafora film yang berat dan gambaran masa depan yang suram membuat sebagian penonton terasing. Pengingat terus-menerus akan virus ini, dengan karakter yang bertopeng dan hidup dalam ketakutan, terasa eksploitatif bagi sebagian orang yang sudah mengalami kenyataan pahit dari pandemi ini.
Secara keseluruhan film ini begitu lambat, tanpa emosi, dan hanya membuang-buang waktu. Jujur saja, tunggu sampai keluar di layanan streaming. Tidak ada jumlah layar atau suara yang bisa membuat film ini menjadi lebih baik dari sebelumnya.