Badarawuhi Di Desa Penari meneror kembali dengan cerita lalunya
Badarawuhi di Desa Penari merupakan salah satu film yang termasuk dalam semesta KKN di Desa Penari. Sebagaimana judulnya, film ini mengisahkan tentang kehadiran badarawuhi di desa penari.
Disutradarai oleh Kimo Stamboel, Aulia Sarah masih berperan sebagai Badarawuhi. Kemudian para pemain lainnya termasuk Maudy Effrosina sebagai Mila, Jourdy Pranata sebagai Yuda, Moh. Iqbal Sulaiman sebagai Jito, Ardit Erwandha sebagai Arya, Claresta Taufan Kusumarina sebagai Ratih, Diding Boneng sebagai Mbah Buyut, Aming sebagai Mbah Buyut Muda, dan Dinda Kanyadewi sebagai Jiyanti/Ibu Ratih.
Ceritanya mengikuti seorang perempuan muda bernama Mila bersama dengan sepupunya, Yuda, dan sahabat mereka, Arya dan Jito, pergi menuju ke sebuah desa terpencil di tengah hutan yang dikenal sebagai Desa Penari.
Mila percaya bahwa jika dia mengembalikan sebuah gelang antik milik Badarawuhi, sesosok entitas gaib yang menguasai desa tersebut, maka dia dapat menyembuhkan penyakit ibunya.
Namun, setelah Mila berhasil mengembalikan gelang tersebut, keadaan justru malah semakin memburuk.
Teknis yang unggul
Banyak yang mengatakan jika perihal teknis, film ini jauh lebih unggul ketimbang pendahulunya, KKN di Desa Penari, penulis pun menyetujuinya. Adegan pembukanya tersaji apik dengan menampilkan ritual pemilihan dawuh.
Mengambil latar zaman dulu, film ini tak serta merta menggunakan tone kuning seperti kebanyakan film lainnya. Hal itu menambah nilai plus, karena visualnya tak membuat mata sakit.
Kemudian pujian lainnya juga diberikan pada sudut pengambilan gambar yang variatif, setiap momentum yang disajikan terekam dengan menawan. Set produksi yang ditampilkan pun patut dipuji, memang tak salah jika film ini menghabiskan banyak pengeluaran.
Karena setiap rupiahnya dimanfaatkan dengan baik oleh Kimo Stamboel selaku sutradara. Mulai dari lokasi pemandian dawuh, hingga tempat tinggal badarawuhi di angkara murka. Semua tersaji dengan detail yang baik.
Satu hal yang sukses mendukung sajian kisahnya dari awal hingga akhir adalah penggunaan skoring. Badarawuhi di Desa Penari mampu memberikan nuansa menegangkan tanpa banyak jumpscare.
Sutradara begitu jeli menempatkan skoring yang benar-benar bikin penonton bergidik, seolah sang nyai sedang berbisik di telinga penonton.
Sisi penceritaan terarah, namun masih lemah
Sebenarnya dari segi penceritaan, film ini tergolong lumayan. Jika dibandingkan dengan pendahulunya. Kimo berfokus pada kisah mistis yang terjadi di desa penari dan kaitannya dengan entitas jin bernama badarawuhi.
Meski mengambil genre horor, bukan berarti sisi penceritaannya penuh dengan jumpscare atau penampakan mengerikan. Di film ini sang sutradara dengan runut menceritakan kisah desa penari dengan porsi yang melimpah. Memanfaatkan motivasi dua orang anak yang ingin menyelamatkan ibunya dari sang badarawuhi.
Sayangnya, untuk prekuel ceritanya masih terbilang lemah. Film ini hanya berfokus pada Mila dan Ratih yang berhadapan dengan badarawuhi. Tidak banyak detail tentang badarawuhi atau para dawuh yang terpilih.
Nasib mereka pun hanya ditampilkan sekilas, kriteria terpilihnya dawuh juga tidak detail ditampilkan, pun dengan alasan mengapa terjadi penukaran dawuh saat adegan awal.
Nasib para warga setelahnya pun digambarkan baik-baik saja, seolah desa tersebut lolos dari amukan sang nyai. Amukan badarawuhi hanya diberikan pada sesepuh yang merencanakan penukaran dawuh.
Padahal jika dipikir lebih dalam, 25 tahun tanpa pemilihan dawuh seharusnya desa penari mengalami dampak yang mengerikan. Karena terpilihnya dawuh berguna untuk kemakmuran desa tersebut.
Meski begitu, film ini masih harus mendapatkan pujian. Kimo Stamboel yang mulai dikenal sebagai dokter horor, sekali lagi mampu memperbaiki dan memberikan tontonan yang lebih baik dengan dukungan teknis yang ciamik.
Claresta sebagai Ratih layak dapat pujian
Berbicara tentang kemampuan para pemain, semua yang terlibat mampu memberikan penampilan yang baik dengan penjiwaan yang bagus. Memang benar, jika dari segi kualitas teknis dan penceritaan sudah bagus, maka printilan lainnya ikutan bagus juga.
Maudy Effrosina piawai memerankan karakter Mila, begitupun dengan pemain pendukung lainnya. Aulia Sarah sekali lagi sukses memerankan karakter badarawuhi dengan jauh lebih menyeramkan.
Di film ini, dia tampil dengan penuh intimidatif yang menghantarkan rasa takut walau dengan tatapan dan gesturnya saja.
Kemudian pujian yang layak diberikan yakni pada aktris pemeran karakter Ratih, Claresta Taufan. Penampilannya begitu menjanjikan, gesturnya pun secara konsisten terjaga dari awal hingga akhir.
Adegan yang paling menarik perhatian yakni ketika dia menari dengan lentur, namun ekspresi wajahnya sangat ketakutan. Perbandingan yang apik sekaligus bikin penonton bergidik.
Pada akhirnya Badarawuhi di Desa Penari hadir sebagai versi yang jauh lebih baik ketimbang pendahulunya. Mulai dari teknis hingga sisi penceritaan, semuanya diperbaiki dengan apik.
Sangat menyenangkan melihat bagaimana Kimo berhasil menyajikan film atmosferik yang mengantarkan ketakutan versi baru, alih-alih takut karena kaget dengan sajian jumpscare.