The Midnight Club, kisah para remaja sakit dan cerita menyeramkan di tengah malam
Bagaimana jadinya jika para remaja yang bergulat dengan kematian mereka sendiri justru berkumpul untuk saling menakuti satu sama lain?
Berbeda dari serial Mike Flanagan sebelumnya, yang kebanyakan menyorot kisah keluarga dari sudut pandang orang dewasa, kali ini sang kreator membuat sesuatu yang lain dari biasanya. Sebuah adaptasi dari novel YA tahun 1994 karya Christopher Pike dengan judul yang sama, The Midnight Club merupakan serial antologi horor dengan metaplot yang menyeramkan dan dramatis.
The Midnight Club mengambil latar waktu di tahun 1990-an di Brightcliffe, sebuah pusat rumah sakit untuk remaja yang sakit parah. Setelah menjalani perawatan dan terapi selama berhari-hari, mereka berkumpul di malam hari untuk membentuk “The Midnight Club”.
Setiap malam, tepat tengah malam, mereka berkumpul di perpustakaan. Mereka berbagi cerita menakutkan dan bersulang untuk teman yang tidak lagi hidup. Bahkan, mereka juga telah membuat perjanjian untuk mencoba berkomunikasi satu sama lain setelah kematian. Saat anggota klub menjadi satu keluarga, mereka berbagi cerita tentang diri mereka sendiri dan mencari cara untuk menyelamatkan satu sama lain.
Familiar dan mencekam
Flanagan, yang dikenal dengan jalinan narasi rumit dengan mata tajam untuk hal supranatural, menciptakan dunia yang familiar sekaligus mencekam dalam The Midnight Club.
Brightcliffe Manor digambarkan seperti memiliki karakter tersendiri. Lantai berderit, potret berdebu, hingga rak buku menjulang tinggi, setiap elemen dibingkai dengan teliti. Pengambilan gambar yang panjang dan lambat menarik penonton ke dalam lanskap emosional para karakter, sementara potongan tiba-tiba dan sudut yang membingungkan menandai momen-momen horor.
Penggunaan cahaya, baik melalui sinar bulan atau kedipan lilin, masing-masing membangkitkan suasana yang berbeda. Adegan yang bermandikan cahaya bulan memunculkan perasaan terisolasi dan kesepian.
Sebaliknya, cahaya lilin yang hangat dan berkedip-kedip di perpustakaan menumbuhkan rasa keintiman saat para anggota The Midnight Club berkumpul untuk menceritakan kisah mereka. Pergeseran pencahayaan ini menciptakan kontras nyata antara ruang bersama dan pengalaman pribadi yang diceritakan di dalamnya.
Eksplorasi unik tentang rasa takut dan kehilangan
Narasi The Midnight Club terjalin di berbagai level. Kisah-kisah yang diceritakan pada tengah malam; eksplorasi unik tentang ketakutan, kehilangan, dan kehidupan setelah kematian, menjadi jendela menuju perjuangan batin para karakter.
Satu kelebihan khusus yang mengangkat serial ini ialah bagaimana The Midnight Club mengeksplorasi kekuatan mendongeng. Tindakan bercerita menjadi bentuk terapi bagi para karakter. Saat mereka menceritakan beragam kisah hantu dan pengalaman kehidupan setelah kematian, para anggota menghadapi ketakutan dan menemukan pelipur lara mereka sendiri.
Hal ini tentu saja membuat jalan cerita yang ditawarkan oleh Mike Flanagan bukan hanya sekadar cerita horor. Setiap karakter tidak malu-malu mengungkapkan kecemasan dan pertanyaan eksistensial. Mereka terus-menerus bergulat dengan garis antara realitas dan kecemasan.
Ambiguitas tentang kebenaran di balik kejadian di Brightcliffe membuat penonton terpaku, mempertanyakan semua yang mereka lihat dan dengar. Namun, sentuhan humor dan persahabatan juga membumbui alur cerita, memberikan penyeimbang yang sangat dibutuhkan untuk melawan rasa bosan dan penasaran.
Para pemain muda The Midnight Club menampilkan performa sepenuh hati. Iman Benson, sebagai Ilonka yang baru didiagnosis, menjadi pemeran utama serial ini dengan tekadnya yang penuh ambisi. Igby Rigney, sebagai Kevin yang sarkastis dan tenang, memberikan kontras dengan humornya yang sinis.
Setiap anggota Midnight Club – Amesh, seniman yang jenaka; Anya, balerina yang penuh teka-teki; Spence, si iseng yang ahli teknologi; dan Cheri, jiwa yang bijaksana dan penuh kasih sayang – dihidupkan dengan kedalaman dan ketulusan. Pengalaman mereka bersama dalam menghadapi kematian menciptakan ikatan yang kuat.
Sayangnya, serial ini bukannya tanpa kekurangan. Tempo cerita terkadang bisa tidak merata, beberapa bagian terasa lamban karena ketergantungan pada cerita di dalam cerita. Ada beberapa karakter yang tidak mendapat perhatian dengan baik. Mereka hanya terlewatkan tanpa ada cerita latar belakang yang detail dan menarik. Selain itu, penyelesaian dari benang-benang masalah yang terlalu mudah dan cepat mungkin membuat beberapa penonton menginginkan akhir yang tidak biasa-biasa saja.
The Midnight Club adalah serial yang memberikan refleksi tentang kehidupan, kematian, dan cerita yang kita ceritakan kepada diri sendiri dan orang lain. Ini adalah bukti bakat Flanagan dalam menciptakan dunia yang indah sekaligus menakutkan, dan kemampuannya untuk membangkitkan rasa takut dan empati.
Serial ini mungkin tidak cocok untuk penggemar horor yang menyukai ketegangan dengan intensitas tinggi. Namun, terlepas dari kekurangan yang melekat, The Midnight Club rasanya masih pantas untuk masuk ke dalam daftar kategori serial yang layak untuk ditonton.