Ngeri-Ngeri Sedap film lokal drama kelas Internasional
Drama keluarga berbudaya Batak ini ternyata akan relate dengan berbagai masalah keluarga lainnya, apalagi berkaitan dengan perantauan. Ngeri-Ngeri Sedap membawa budaya Batak dengan segala kebiasaan di dalamnya yang mungkin juga sudah menjadi rahasia umum.
Hampir seluruh crew dan pemain merupakan penggiat seni yang mempunyai darah batak. Bahkan komposisi scoring diisi oleh Viky Sianipar. Disutradarai dan ditulis oleh Bene Dion Rajagukguk berdasar novelnya juga berjudul sama yang rilis pada tahun 2014 silam. Pak Domu (Arswendy Beningswara) menginginkan anak-anaknya menuruti semua perintahnya.
Namun, sang mamak Marlina (Tika Panggabean) merasa gelisah karena keempat anaknya. 4 Anak ini: Domu (Boris Bokir), Gabe (Lolox), dan Sahat (Indra Jegel) semakin jarang mengunjunginya di kampung halaman. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengatur sebuah pertengkaran hebat dengan sang suami, supaya anak-anaknya segera pulang dari perantauan. Satu-satunya anak yang tinggal di rumah adalah Sarma (Gita Bhebhita).Hiburan paket lengkap
Bagi yang butuh tontonan hiburan drama keluarga, komedi sekaligus visual yang memanjakan mata, Ngeri-Ngeri Sedap sudah tayang di Netflix. Dilihat dari jajaran pemeran, pasti banyak yang mengira ini adalah sajian film komedi, komedi, dan komedi. Namun, Bene Dion berhasil menyuguhkan drama keluarga sederhana. Yang memang dibalut dengan komedi untuk menghibur konflik pelik keluarga batak ini.
Komedi dari tiap karakter yang sejatinya memang seorang komedian, terlihat begitu pas terjalin tanpa adanya bumbu-bumbu berlebihan. Seperti salah satu contohnya pasti sudah kalian lihat di trailernya, pertengkaran Pak Domu dan sang istri tampil begitu adanya dan selalu mengundang gelak tawa.
Apalagi dari sisi keempat anaknya. Tak disangka Boris, Jegel, Lolok, dan Gita terlihat begitu mendalami karakter mereka sebagai kakak beradik. Lebih menonjolkan emosi drama keluarga yang masih bisa ditolerir, ya memang mereka bukanlah aktor handal yang dapat sekejap mata menggugah perasaan kita ikut terjerumus ke konflik mereka.
Film lokal yang 99% Batak
Selain karakter yang membagikan komedi mereka dengan pas. Kakak beradik bersama sang ayah Pak Domu dan istri memanglah orang batak asli, sehingga kita benar-benar terasingkan di situasi keluarga batak dengan segala masalah klasik di dalamnya. Mulai dari adat batak yang cukup keras dan tunduk pada orang tua.
Beberapa unsur batak yang menjadikan ini film dengan 99% vibe Batak. Apalagi jika kalian juga dari suku batak, akan lebih terasa humor dan segala pelik yang mereka alami. Paling terasa saat konflik ayah dan anak tentang pernikahan sesame batak, pekerjaan, dan warisan.
Semua konflik yang mungkin tak hanya keluarga batak saja yang rasakan, cukup berkaitan erat dengan permasalahan keluarga masa kini yang anak-anaknya sudah banyak berkehendak sendiri untuk menentukan jalan hidup.
Beberapa masalah lingkungan di sekitar Toba pun menambah kental nuansa batak. Bahasa sehari-hari atau logat Batak Toba yang digunakan sepanjang film, tak luput juga disertai beberapa bahasa daerah Sumatra Utara yang mengharuskan kita membaca subtitle jika kita tak paham betul.
Terakhir yang makin terasa adalah upacara adat, lengkap dengan musik, makanan, rumah adat dan kain ulos untuk merayakan perayaan tertentu. Bahkan ada beberapa adat kebiasaan yang tersirat, seperti jika istri pulang ke rumah orang tuanya harus dijemput bersama keluarga sang suami.
Buat kangen situasi kampung halaman
Mayoritas kita di bawa dalam sudut pandang kedua orang tua Pak Domu dan istrinya di kampung halaman. Situasi pengambilan latar rumah di tepi Danau Toba pun memanjakan mata kita. Rumah yang sangat klasik dengan desain rumah Indonesia 80-90an akan membuat jiwa rindu kampung halaman kita ikut berkobar, khususnya bagi para perantau.
Tiap adegan yang diambil di rumah, begitu istimewa dan kehangatan keluarga sederhana makin terasa. Mulai dari obrolan ringan di ruang tamu dan teras, tidur di kasur kapuk, hingga bercengkrama di saat makan bersama, tak lupa suasana tongkrongan bapak-bapak hingga larut.
Visual yang apik kental akan suasana rumah, dipertegas dengan scoring luar biasa apik daro Viky Sianipar terasa amat mendalam. Suara-suara kampung halaman lengkap dengan suara angin, hiruk pikuk keadaan pagi lengkap dengan suara hewan ternak, dan ketika malam lengkap dengan suara tokek. Hal-hal kecil yang kadang luput kali ini menebalkan semua adegan seakan menjadi amat jujur menggambarkan kampung halaman di sekitar Danau Toba, Sumatra Utara.
Keutuhan konflik pembawa emosi
Hal utama dari film adalah keuntungan cerita dan berbagai konflik di dalamnya. Penyelesaian plot Ngeri-Ngeri Sedap cukup rapi, menonjolkan hubungan orang tua dan anak yang sedang merantau. Masalah masing-masing anak Domu, Gabe, Sarma, dan Sahat tak tampil secara detail.
Penekanan masalah mereka dengan orangtua sudah begitu jelas dari sambungan telepon seluler saja, ini merupakan kejeniusan pemanfaatan durasi. Karena penyelesaian konflik langsung di rumah, terasa lebih melibatkan emosi.
Tanpa ada tambahan masalah lain di luar keluarga Pak Domu, ini menjadi sajian apik lengkap dengan plot twist yang akan membanjiri pipi kalian yang menononton. Klise memang, plot sederhana ini sudah tampak akan akhir perjalanan tiap anak, namun penyelesaian dari Pak Domu menjadi runtutatan menyenangkan di akhir laga.