Trinil Kembalikan Tubuhku dendam hantu kepala yang sudah pasti cari tubuhnya
Film yang rilis pada 4 Januari 2024, mengawali perjalanan film Indonesia yang pastinya akan didominasi film horor. Trinil Kembalikan Tubuhku dari sutradara Hanung Bramantyo, dari rumah produksi Dapur Film yang mana bekerja sama dengan Seven Sky dan K-Studio.
Cerita film ini merupakan adaptasi dari serial drama radio berjudul sama yang populer di era 1980 silam. Naskahnya kemudian dibumbui ulang oleh Hagi Ahmad bersama Hanung Bramantyo.
Trinil Kembalikan Tubuhku bermula saat pasangan suami istri Rara (Carmela Van De Kruk) dan Sutan (Rangga Nattra) yang dulunya pernah menjadi perawat pribadi ayahnya semasa hidup. Mereka memulai hidup baru, karena Rara mewarisi perkebunan teh di Jawa Tengah milik ayahnya.
Rara mengalami gangguan pada saat malam hari, yang seringkali terlihat sosok hantu kepala saja tanpa badan di jendela rumahnya. Saat tidur Rara menyebutkan sambil menyebut nama kecil Rara, “Trinil, Balekno Gembungku” artinya Trinil, Kembalikan Tubuhku.
Khawatir kondisi Rara yang semakin buruk, Sutan meminta bantuan Yusof (Fattah Amin), teman semasa SMA nya di Penang, Malaysia, untuk menangani insiden ini. Tapi hal ini ditolak Rara awalnya.
Rara menganggap bahwa semua teror tersebut hanyalah ilusi suaminya semata. Namun, teror hantu kepala makin menjadi. Akhirnya Rara menyerah dan mengijinkan Yusof masuk ke rumah untuk mengusir sosok hantu yang mulai menyerang dirinya.
Premis lugas mendikte penonton
Serasa kita diberikan sebuah dongeng, lengkap dengan penjelasannya. Premis teror ke seorang Rara dari sosok hantu kepala bernama Rahayu ini jadi konflik utama film Trinil Kembalikan Tubuhku.
Semua hal diceritakan cukup detail, dari mana, apa, mengapa, bagaimana. Walau tidak terdapat “plot hole”, tapi kita terkesan didikte dalam film horor yang harusnya misterius.
Awalnya memang kita diperlihatkan bagaimana Rara terus dihantui kepala. Lalu selipan kilas balik terlalu acak. Kita harus sedikit demi sedikit merangkai. Tapi menuju akhir kita akan terbuka lebih jelas.
Para pemeran wanita tampil menonjol
Pemain utama Carmela Van der Kruk sebagai Rara tampil ciamik. Sebagai seorang perempuan, teror yang terjadi padanya. Bagaimana menjalani hidup baru dan dengan segala masalah mengerikan yang tiba-tiba terjadi.
Emosinya meledak-ledak di beberapa bagian. Permainan emosi dirasakan cukup dalam. Semua penjelasan akan respon Rara ke teror mengerikan di rumahnya, akan terbuka seiring babak ketiga film.
Pasangan ibu dan anak Wulan Guritno dan Shalom Razade yang apik memainkan karakter mereka sebagai wanita serakah dan penggoda laki-laki. Duo ini memang bukan pemeran utama, sehingga hanya sebagai pelengkap cerita kisah menyeramkan tersebut.
Wulan Guritno di sini sebagai Ayu hanya sebagai wanita kejam yang tidak segan membunuh untuk mendapatkan keinginannya. Sinis dan kekejaman tak begitu terasa, mungkin karena peran Wulan Guritno di film-film sebelumnya belum sekejam ini. Walau telah banyak memainkan peran antagonis.
Latar tempo dulu masih jadi senjata pamungkas
Menggunakan latar 80an, lengkap dengan segala pendukungnya, dari rumah, kendaraan, kebiasaan, dan paling menonjol adalah para karakter berhias kostum ala jaman dulu.
Ada bagusnya ketika menggunakan latar tempo dulu, adalah minimnya penerangan yang mayoritas lampu berwarna kuning. Hal ini dimanfaatkan dengan baik untuk nuansa horornya.
Didukung dengan visual dan audio yang menyeramkan, teror hantu kepala buntung cukup membuat jantung berolahraga.
Tambahan elemen kecil, seperti komedi dan beberapa hal lain terlalu tipis. Sehingga penonton ingin tertawa pun segan. Tapi ini jadi zona istirahat di antara ketegangan dan misteri yang ada di Trinil.