Barbie sindiran terhadap patriarki di dunia nyata
Rilis pertama kali di bioskop Indonesia 19 Juli 2023, generasi 80an-90an pasti telah menunggu film live-action dari mainan boneka perempuan tersebut. Setelah film Transformers yang juga berdasar pada mainan, Barbie juga tidak mau kalah.
Boneka Mattel mendunia akhir muncul dalam bentuk nyata di film buatan Warner Bros. Film drama semi musikal karya Greta Gerwig, yang ditulis sendiri bersama Noah Baumbach.
Bermula saat Barbie (Margot Robbie) menjalani kehidupan sehari-hari di Barbieland dengan sempurna. Terdapat berbagai macam Barbie dengan kegiatan dan profesi berbeda. Bahkan Presiden di dunia Barbie adalah perempuan yaitu Barbie sendiri.
Tak lengkap rasanya hanya Barbie sendiri tanpa sosok lelaki di Barbieland. Ken (Ryan Gosling) jadi sosok utama Ken yang terus mencari perhatian dari Barbie versi Margot Robbie. Hidup Ken hanya lengkap jika Barbie memperhatikannya.
Keresahan Barbie?
Konflik film ini bermula ketika si karakter utama mengalami gejolak aneh yang tidak biasa. Siapa sangka sebuah boneka memikirkan bahwa dirinya akan mati suatu saat. Keanehan itu berpengaruh pada semua aspek kehidupannya.
Hal ini yang membuat Barbieland dan dunia nyata berhubungan. Kecerdikan Greta membuat keterkaitan antar keduanya. Bagaimana anak-anak bermain dengan barbie, mirip dengan kisah Toy Story, bagaimana Andy memperlakukan Buzz dan Woody.
Dunia nyata dan Barbieland tidak seimbang
Barbie mau tidak mau menyelesaikan masalahnya di dunia nyata. Mungkin banyak yang berpikir Barbie akan menjelajah dunia nyata lebih banyak. Sehingga perbandingan segala aspek Barbieland dan dunia nyata lebih dalam.
Barbie dan Ken hanya menelusuri dunia nyata tidak sampai setengah film, bahkan kurang dari seperempatnya. Hubungan erat dengan manusia yang memainkannya, terlalu cepat menjadi konklusi.
Gloria (America Ferrera) dan anaknya Sasha (Ariana Greenblatt), langsung memutuskan untuk membantu di Barbieland. Dunia nyata yang tidak terlalu ambil pusing dengan mainan yang hidup di dunia nyata.
Anehnya lagi, hal ini katanya pernah terjadi. Mattel selaku pembuat mainan itu, terjadi dualisme kepentingan. Sedikit membuat pusing, tapi tenang, sang CEO (Will Ferrell) bukanlah orang jahat yang berniat jahat pada Barbie dan Ken.
Para petinggi Mattel pun akan terlihat seperti anak kecil yang berpetualang ke negeri fantasi Barbieland. Walau peran para petinggi Mattel tidak begitu penting, kehadiran karakter Ruth pembuat Barbie jadi penghargaan tersendiri untuknya.
Feminisme versus Patriarki
Unsur feminisme yang kental dalam Barbieland, seakan jadi bumerang saat memasuki dunia nyata. Keberadaan patriarki, yang dipimpin dan dilakukan mayoritas Pria. Konflik kedua dimulai saat Barbie dan Ken mengetahui hal ini.
Bagi Barbie yang sangat mempercayai bahwa perempuan bisa melakukan apapun, begitu tertampar. Gejolaknya di sini lebih dalam setimbang pikirannya terdapat kematian. Dunia yang sangat berkebalikan dengan Barbieland, malah menguntungkan bagi Ken.
Ken melihat dunia nyata lebih memihak para laki-laki, karena Barbieland, Ken hanya sebagai pelengkap. Jika dilihat, memang Barbie adalah mainan untuk perempuan dan mimpi-mimpinya.
Unsur patriarki yang dibawa Ken, menjadikan Ken seorang villain di Barbieland. Sayangnya, konflik antara Barbie dan Ken ini selesai begitu cepat. Karakter WeirdBarbie (Kate McKinnon) jadi kunci awal untuk menyelesaikan masalah di Barbieland.
Seakan sesepuh atau senior di Barbieland, WeirdBarbie jadi penengah sekaligus pemberi jalan utama untuk mengembalikan kejayaan Barbie.
Rencana pengembalian Barbieland ke awal, mungkin membosankan. Tapi itulah impian Barbieland dengan segala kegiatan dan apapun yang monoton. Monoton bagi manusia di dunia nyata, tidak di Barbieland.
Visual pelengkap unsur fantasi bermain Barbie
Visual film memang tidak semewah CGI film superhero atau film sci-fi. Namun, unsur pink yang menguatkan tema Barbie, tergambar meriah dengan set maksimal Barbieland. Semua properti pelengkap Barbie House dan semua fashionnya, ikut tampil dalam film.
Banyak detail pelengkap membangkitkan nuansa nostalgia lebih dalam. Sisir dengan ukuran jumbo, kegiatan makan dan minum tapi kosong, lalu berganti pakaian sesuka hati.
Musikal yang mengisi sebagian adegan film pun terasa tidak menganggu. Dalam Barbieland kegaitan yang ditebalkan dengan musikal, sedikit membuat hiburan dan memperingan masalah yang sebenarnya berat.
Nostalgia pecinta Barbie pun akan lengkap di penghujung laga. Produk Barbie yang sempat dirilis Mattel, ikut memeriahkan film. Walaupun tidak semua mengingat versi tersebut.