Budi Pekerti tunjukkan betapa kejam dampak viral
Setelah Penyalin Cahaya (2021), Wregas Bhanuteja kembali mendobrak dunia perfilman Indonesia dengan mengeluarkan Budi Pekerti yang tayang juga di Toronto International Film Festival sebelum akhirnya tayang di bioskop Indonesia pada 2 November 2023.
Wregas menulis sendiri cerita dan naskah film Budi Pekerti, dan diproduksi di Rekata Studio dan Kaninga Pictures. Mengusung tema dampak dari media digital, sangat berkaitan dengan kehidupan pasca pandemi.
Bercerita tentang Ibu Prani (Sha Ine Febriyanti) seorang guru BK terlibat perselisihan dengan pengunjung di pasar saat membeli kue putu yang sedang laris. Sayangnya, kejadian tersebut berhasil direkam oleh seseorang dan menjadi viral saat diunggah ke media sosial.
Karena sikap Ibu Prani yang dinilai tidak mencerminkan layaknya seorang guru BK, dirinya mendapatkan kecaman dan komentar negatif dari netizen. Tidak hanya Ibu Prani yang terkena cacian dari netizan, keluarganya pun ikut dikecam oleh masyarakat.
Segala tindakan dan perlakuan masing-masing anggota keluarganya pun ikut dinilai dari dicari kesalahannya. Sehingga hidup mereka menjadi tidak tenang dan apa pun yang mereka lakukan akan dipandang salah.
Selain kehilangan keharmonisan keluarga, hingga Ibu Prani terancam kehilangan pekerjaannya sebagai guru karena terus terungkap bagaimana cara mengajar Ibu Prani yang berbeda dengan cara guru lain.
Dampak besar kasus viral
Plot yang disuguhkan Wregas begitu tajam menyentil kondisi masyarakat sekarang ini. Begitu mudah melontarkan opini yang menggiring ke sana kemari. Hidup keluarga Ibu Prani pun dapat dengan mudah diobrak-abrik hanya dengan modal potongan video yang belum jelas faktanya.
Seakan jadi bola panas liar bergulir di tengah masyarakat yang minim akan info. Latar waktu saat pandemi covid menguatkan ketergantungan masyarakat luas atau netizen untuk mencari informasi hanya di dunia maya.
Netizen belakangan semakin kejam pasca pandemi covid-19. Hanya dengan satu video, berlanjut ke video klarifikasi, lalu berlanjut ke somasi, dan berakhir dengan adu gengsi, siapa salah siapa benar.
Apiknya masalah tidak hanya berhenti di karakter Ibu Prani, tapi dua anaknya, dan beberapa karakter lain yang terlibat, ikut terseret dan membuat masalah baru yang tidak akan kalian duga. Memang berujung pada karir sang guru BK.
Bola masalah bergulir liar dengan dukungan pada pemeran
Setelah hanya kasus sepele antrian di pasar, video Ibu Prani terus menjadi bola salju yang terus membesar. Sangat berkaitan dengan apa yang mungkin bisa terjadi di masa sekarang.
Hanya dengan sepotong video, kebenaran atau kekacauan bisa terus jadi opini membahayakan di dunia maya. Penguatan konflik sudah terpantik sejak karakter bapak Sapto si bapak berbaju elang dengan sepeda mencuat.
Karakter Muklas (Angga Yunanda) sang influencer bermetode hewan sangat mengesankan. Titik tumpu besar secara tidak langsung ada padanya. Dengan pengikut ratusan ribu, tindakannya juga berpengaruh pada kasus ibunya.
Lalu peran Tita (Prilly Latuconsina) sebagai seorang kakak sedikit tidak menonjol. Peran Tita di sini mungkin sebagai katalis sang ibu dan adiknya, terkadang aksinya yang meledak-ledak jadi pemantik emosi kita.
Semua anggota keluarga berhasil mengaduk-ngaduk emosi dan perasaan kita, seakan kita ikut terseret dalam masalah video viral Ibu Prani. Dampak dalam kehidupan bermasyarakat terlihat lebih natural namun tetap bertubi-tubi.
Lalu munculnya karakter Garo sebagai jembatan ke masalah Pak Didit ke psikolog, sangatlah berilian. Selain jadi jembatan antar karakter, hal yang terlihat kecil ternyata jadi penyelesaian besar di penghujung film.
Visual sederhana kejujuran Jogja
Menggunakan latar tempat Jogja, menjadi suatu keunggulan tersendiri film Budi Pekerti. Seakan kita nyaman akan suasana tiap sudut kota dengan banyak unsur tradisional dan budaya Jawa yang kental.
Penampakan kesederhanaan kehidupan keluarga Ibu Prani sangat kontradiktif dengan kondisi hidupnya yang semakin berantakan semenjak video viralnya keluar. Semua seperti penyeimbang antara plot tajam dan visual menyejukkan.
Peran pengisi seperti para guru lain di sekolah, lalu beberapa masyarakat yang terlihat sangat mencerminkan kehangatan kota Jogja. Bagaimana kasus yang panas ini tetap ditanggapi dengan cukup tenang.
Mungkin jika kasus ini bergulir di tengah kota Jakarta, sudah jadi bahan omongan tetangga yang tidak karuan. Sedangkan kasus viral sampai media lokal meliput, masih ditanggapi tetangga masih dengan tata krama ala Jogja.
Tone warna juga bersatu dengan pilihan kostum apik tiap adegan. Dari sang ibu guru di sekolah swasta, lalu kedua anak yang juga memiliki karir di dunia maya, tak lupa sang ayah yang selalu di rumah dengan pakaian rumah seadanya.