Dua Hati Biru kompleksitas masalah Bima-Dara sebagai orang tua muda
Dua Hati Biru jadi film penengah antara dua horor lokal yang sedang tayang. Skenarionya masih ditulis Gina S. Noer yang juga duduk di bangku sutradara bersama Dinna Jasanti.
Diproduksi oleh Starvision dengan Wahana Kreator, film lanjutan Dua Garis Biru ini masih dibintangi beberapa pemain lama, seperti Angga Yunanda sebagai Bima, Cut Mini sebagai Ibu Bima, Arswendy Bening Swara sebagai Ayah Bima, dan Lulu Tobing sebagai Ibu Dara.
Sayangnya, karena satu dan lain hal pemeran Dara diganti. Sebelumnya karakter tersebut diperankan oleh Adhisty Zara, namun di film keduanya digantikan oleh Aisha Nurra Datau. Film ini juga kedatangan aktor cilik, Farrell Rafisqy sebagai Adam.
Ceritanya masih mengikuti pasangan muda Bima (Angga Yunanda) dan Dara (Aisha Nurra Datau). Empat tahun berlalu, Dara memutuskan kembali ke Jakarta demi berkumpul dengan keluarga kecilnya, Bima dan Adam (Farrell Rafisqy).
Berpisah sejak Adam lahir, Dara harus berusaha mendekatkan diri dengan sang buah hati meskipun terdapat berbagai masalah dalam rumah tangganya.
Konsisten hadirkan banyak pesan edukasi
Sama seperti film pertamanya, Dua Hati Biru banyak memberikan pesan edukasi untuk para penontonnya. Gina S. Noer membalut pesan tersebut dengan ragam konflik yang semakin kompleks dengan sudut pandang orang tua muda.
Permasalahan tidak hanya berfokus pada Bima dan Dara saja, melainkan anggota keluarga lainnya yang juga bersinggungan dengan mereka. Konflik antar menantu-mertua, kemudian anak-orang tua, hingga cekcok pasangan muda dengan ego yang sama-sama kuat.
Semua itu ditampilkan satu persatu sehingga menciptakan suasana pelik dan semrawut tentang kehidupan orang tua muda. Belum lagi soal ketidaksiapan mental dan finansial untuk hidup mandiri.
Ada begitu banyak hal yang harus dihadapi Bima dan Dara. Keduanya berusaha tumbuh untuk menjadi sosok dewasa, bukan lagi dua anak SMA yang sedang kasmaran. Ada nyawa lain yang harus selalu diberi perhatian dan kasih sayang.
Narasinya tersaji dengan matang yang menggambarkan bagaimana lika-liku kehidupan pasangan muda dengan suka dan dukanya. Namun, satu hal yang penting. Bahwa setiap masalah yang datang harus diselesaikan dengan diskusi dan komunikasi, karena sekarang sudah bukan soal “aku” atau “kamu” melainkan “kita”.
Aisha Nurra Datau berhasil memerankan Dara dengan apik
Dara di Dua Hati Biru bukan lagi sosok anak SMA yang masih fokus bersenang-senang. Empat tahun berlalu, sosoknya berubah menjadi lebih dewasa dengan segudang rencana untuk keluarga kecilnya. Karakter yang sudah tumbuh menjadi dewasa tersebut berhasil diperankan dengan amat baik oleh Nurra Datau.
Memilih untuk mengganti pemeran Dara adalah pilihan yang tepat, karena isu yang diangkat film ini jauh lebih berat ketimbang film sebelumnya. Selain itu, chemistry antara Nurra Datau dan Angga Yunanda pun terlihat bagus.
Apalagi dengan si kecil Adam, ketiganya berhasil menampilkan visual keluarga muda yang meski banyak masalah, namun ada sosok pelipur lara yang menghangatkan hati.
Terlalu banyak masalah yang mau ditampilkan
Walau banyak pesan edukasi yang bagus dalam film ini, ada sedikit kekurangan yang terasa yakni penyampaian masalah yang terlalu bertubi. Memang bagus niatan sutradara ingin memberikan sajian bahwa konflik dalam rumah tangga, khususnya orang tua muda, bukan cuma antar suami istri saja.
Namun, ada terlalu banyak masalah yang disajikan sehingga proses penyelesaiannya tidak menyeluruh. Ada bagian yang belum selesai dijelaskan, seperti konflik dalam rumah tangga orang tua Dara.
Meski banyak pesan yang terasa cukup berat, tapi penonton tidak akan kepusingan sebab kehadiran Keanu dan Farrel sebagai Adam menjadi selingan yang menyenangkan.
Dua Hati Biru cocok disaksikan untuk kamu yang punya niatan ingin menikah atau sedang bersiap menyambut anggota keluarga baru. Pesan tentang parenting disampaikan dengan baik tanpa menggurui penonton. Isu yang diangkat pun cukup relate dengan kondisi sekarang. Jadi, jangan sampai melewatkannya, ya!