Sakaratul Maut, ketika Jin pegangan jadi penghalang menuju kematian
Rapi Films kembali menayangkan film horor baru setelah sebelumnya sempat merilis Siksa Kubur dan Menjelang Ajal. Masih memiliki tema yang sejenis, yakni horor religi, film terbaru mereka mengambil judul Sakaratul Maut yang disutradarai oleh Sidharta Tata. Tayang serentak 1 Agustus kemarin, Sakaratul Maut dibintangi Indah Permatasari, Della Dartyan, Claresta Taufan, Maryam Supraba, dan Aksara Dena.
Kisahnya mengikuti pasangan Pak Wiryo dan Bu Wiryo yang tinggal di Desa Umbul Krida. Keluarga mereka terlihat bahagia dan baik-baik saja. Namun, sebuah kecelakaan lalu lintas yang menimpa mereka menyebabkan Bu Wiryo tewas dan Pak Wiryo koma. Retno, anak bungsu mereka, menunda keberangkatannya ke Surabaya demi merawat ayahnya, dengan dibantu oleh Wati, kakaknya, meskipun peluang hidupnya sangat kecil.
Masalah muncul ketika Wati memperebutkan warisan dengan Tarjo, adik tirinya dari pernikahan kedua Pak Wiryo dengan Bu Giyem (Maryam Supraba). Para tetangga pun mulai bergosip tentang pak Wiryo yang mempunyai “pegangan” hingga membuatnya sulit untuk meninggal. Satu per satu dari mereka mulai mengalami teror dari sosok jin yang sangat mengerikan dan Pak Wiryo sendiri mulai menunjukkan gejala-gejala aneh dalam kondisi sekaratnya.
Penasaran seperti apa filmnya? Simak review Sakaratul Maut di bawah ini!
Sisi Penceritaan yang Imbang
Sakaratul Maut merupakan salah satu film horor yang sisi penceritaannya lebih banyak ketimbang horor lokal lainnya. Namun, hal itu bukan menjadi kekurangan, sebaliknya, film ini menjadi punya daya tarik tersendiri yang mampu memikat hati penontonnya. Sepanjang film, Sidharta Tata selaku sutradara memutuskan untuk banyak bercerita dengan menampilkan detail-detail yang melimpah, sehingga penonton tidak merasa ketinggalan cerita.
Penonton akan diajak menyelami kisah keluarga Pak Wiryo dengan segala rahasia kelam dan sedikit twist yang bakalan bikin penonton naik darah. Atmosfer yang diberikan pun sangat menegangkan, tak perlu banyak jumpscare untuk memberikan suasana menakutkan.
Kebanyakan film horor biasanya hanya berfokus untuk memberi ketakutan yang banyak, tapi melupakan jalan cerita yang menjadi kunci dari film tersebut. Hal ini yang membuat Sakaratul Maut terasa berbeda.
Sidharta Tata nampaknya senang dalam memainkan emosi para penonton lewat kisah keluarga Pak Wiryo. Konflik yang ditampilkan pun terbilang masih relate dengan keadaan sekarang. Pertengkaran antar saudara, perebutan warisan, masalah rumah tangga, hingga isu perselingkuhan yang disebabkan karena keturunan. Semua itu masuk dan menyatu sehingga menghasilkan porsi cerita yang dominan.
Para pemain yang terlibat juga sangat piawai dalam memerankan karakter masing-masing, yang membuat penceritaan film ini semakin kuat berkat dukungan akting mereka.
Sayangnya, film ini justru lebih bagus jika dibuat dengan genre drama, tanpa melibatkan unsur horor. Walaupun perlu ditekankan, jika elemen horor dalam Sakaratul Maut tidak buruk. Justru berhasil tampil sedikit variatif, karena tidak mengandalkan backsound yang berlebihan.
Poin yang dimaksud adalah sisi penceritaan drama yang tampil solid dan jauh lebih menakutkan, bayangkan betapa kejam dan bengisnya manusia yang memperdulikan warisan. Jauh lebih mengerikan daripada jin sekalipun. Mereka rela saling membunuh demi harta duniawi, seolah lupa identitas sang saudara.
Selain itu, ada dua sebab akibat yang ditampilkan film ini. Pertama, ketika ibu dari Retno (Indah Permatasari) murka setelah mengetahui bahwa suaminya memiliki perempuan dan anak lain. Alasannya, karena ingin punya anak laki-laki.
Dendam atas perlakuan suaminya, dia pun memutuskan untuk mengirimkan santet ke anak lain suaminya. Santet yang dikirim ini yang akan menjadi titik balik dari konflik utama film Sakaratul Maut.
Kedua, perjuangan seorang ibu yang ingin menyelamatkan anaknya setelah terkena santet. Cara apa yang dipilih? Karena ini akan menjadi spoiler, alangkah baiknya Kamu langsung menyaksikan filmnya saja di bioskop. Ingat, setiap ibu rela melakukan apapun demi keselamatan anaknya.
Visual dan Skoring yang Variatif
Selain penceritaannya yang bagus, poin lainnya yang menjadi nilai plus adalah visual dan skoring. Keduanya saling bersatu padu memberikan sajian yang apik dan variatif. Sudut pengambilan gambar yang diambil terasa lebih halus, sehingga ketika ada penampakan akan membuat penonton ikut terkejut meski tidak ada efek sound yang ditambahkan.
Pengambilan detail-detail dari properti hingga ekspresi para pemain pun tampil dengan bagus, membuat penonton ikut betah mengikuti alur cerita yang sedang berlangsung. Pemilihan tone warna juga tidak berlebihan, masih enak dilihat dan tidak terlalu over.
Kemudian untuk skoring juga sang sutradara nampaknya memilih untuk menggunakan suara asli dari situasi di lokasi syuting. Tak banyak menggunakan backsound tambahan, tak juga menggunakan efek sound yang berlebihan dan menggelegar. Semua terasa pas dan sesuai. Dengan memanfaatkan keheningan dan mengurangi jumlah efek suara yang berisi, Sakaratul Maut berhasil menghantarkan kengerian yang jauh menakutkan.
Sakaratul Maut menjadi salah satu film horor lokal yang patut disaksikan. Penyajian ceritanya yang imbang, menambah nilai plus tersendiri. Penonton tidak hanya ditampilkan pada rentetan jumpscare seram dengan skoring yang menggelegar, namun unsur drama keluarga dengan alunan musik yang lembut akan sering kamu lihat.
Buat yang suka nonton film horor religi, maka Sakaratul Maut wajib kalian saksikan. Jangan sampai melewatkannya, ya!