Serial dokumenter Dirty Pop: The Boy Band Scam hadirkan balada gelap dari sejarah boyband terkemuka, Backstreet Boys dan NSYNC
Ingatkah masa-masa remaja di mana poster Backstreet Boys dan NSYNC menghiasi dinding kamar? Saat lirik lagu-lagu mereka menjadi soundtrack kehidupan?
Melalui lagu-lagu hits dan penampilan panggung memukau, dua grup tersebut berhasil merebut hati jutaan penggemar di seluruh dunia. Meskipun era keemasan telah berlalu, warisan Backstreet Boys dan NSYNC tetap hidup hingga kini. Musik mereka terus didengarkan oleh generasi baru, dan pengaruh mereka terhadap industri musik pop masih terasa.
Sayangnya, di balik kesuksesan gemilang yang mereka dapatkan, terdapat kisah kompleks tentang persaingan dan perjuangan untuk mempertahankan identitas diri di tengah industri musik yang penuh tekanan. Hal ini diungkap secara singkat oleh Netflix melalui sebuah serial dokumenter tiga episode berjudul Dirty Pop: The Boy Band Scam.
Dirty Pop: The Boy Band Scam adalah pengungkapan mencekam yang menggali sisi gelap industri musik, mengungkap dunia manipulasi, eksploitasi, dan kehancuran finansial yang diatur oleh sosok misterius bernama Lou Pearlman. Dokuseri ini dengan mahir membangun potret seorang pria yang memiliki bakat menipu sama dalamnya dengan kemampuannya menciptakan sensasi pop.
Siapakah sosok Lou Pearlman sebenarnya?
Lou Pearlman adalah tokoh yang cukup berpengaruh di industri musik pada masanya. Ia tampak sukses berkat manajemennya terhadap boyband populer, termasuk Backstreet Boys dan NSYNC. Namun, di balik kesuksesan itu tersembunyi skema penipuan yang sangat merugikan banyak pihak.
Pearlman menipu investor dengan membesar-besarkan kinerja finansial band-bandnya, menyalahgunakan dana untuk kepentingan pribadi. Ketika penipuannya terbongkar, dia melarikan diri hingga akhirnya ditangkap di Bali, Indonesia. Sang penipu besar ini kemudian dipenjara atas kejahatannya dengan hukuman 25 tahun masa kurungan. Namun, ia meninggal dalam tahanan pada tahun 2016 lalu.
Sebuah cerita yang terlalu singkat
Alih-alih menggali lebih dalam detail rumit skema penipuan Pearlman, dokumenter ini memilih untuk memberikan gambaran umum yang dangkal dan melewati aspek-aspek penting dari cerita. Meskipun berhasil menangkap kilau dan glamor era boyband, Dirty Pop: The Boy Band Scam gagal memberikan pemahaman komprehensif tentang intrik finansial yang menopang kerajaan Pearlman.
Serial ini juga kesulitan mempertahankan fokus naratif yang konsisten. Cerita terus berpindah-pindah antara fenomena boyband, kehidupan pribadi anggota band, dan kompleksitas skema Ponzi tanpa membangun tema sentral yang jelas. Kurangnya kohesi naratif ini membuat penonton merasa terputus dan tidak puas. Meskipun informatif, serial ini justru gagal menjadi sebuah kisah yang benar-benar mengungkapkan kebenaran.
Sudut pandang yang cukup ambigu
Kisah Lou Pearlman pada dasarnya menarik, sebuah perpaduan kompleks antara ketenaran, kekayaan, dan penipuan. Namun, pilihan narasumber dari Dirty Pop: The Boy Band Scam ini sepertinya justru merusak kredibilitas keseluruhan dokumenter.
Meski pada kenyataannya Pearlman merugikan banyak pihak dengan konsep penipuan gila yang besar-besaran, serial ini justru tidak terkesan menjatuhkan panggung utama. Ada banyak wawancara di sini dengan narasumber terkait, seperti orang-orang yang bekerja dengan Pearlman, teman masa kecil, kolega, atau kawan yang tertipu dan membawa Pearlman ke pengadilan. Setidaknya, para narasumber ini pernah menikmati setitik hasil penipuan Pearlman, bukan?
Salah satu korban yang memang diperlihatkan kerugiannya adalah ibu dari Frankie Vasquez Jr. Hal itu pun tidak diulas secara mendalam sehingga hanya terkesan sebagai pelengkap saja. Sekali lagi, Dirty Pop: The Boy Band Scam menampilkan ambiguitas dari pemilihan tokoh-tokoh yang mereka wawancarai.
Tidak hanya itu, serial ini juga memperkenalkan elemen yang cukup mengganggu sejak awal. Sebuah cuplikan wawancara Pearlman yang sebenarnya merupakan alih wahana dari buku yang ia buat sebelum meninggal dunia. Meskipun dokumenter ini secara terbuka mengakui manipulasi tersebut, keputusan untuk melanjutkan dengan teknik ini cukup membingungkan. Pasalnya, kehadiran adegan digital ini tidak memiliki tujuan naratif yang jelas dan tidak memberikan wawasan tambahan tentang Pearlman atau skema-skemanya.
Jadi, apakah tujuan utama memperlihatkan manipulasi digital tersebut?
Dirty Pop: The Boy Band Scam menambah daftar panjang serial dokumenter yang mengungkapkan kisah kelam dibalik kesuksesan tokoh musik dunia. Meski cukup menarik, sayangnya serial ini tidak banyak menjelaskan hal-hal informatif dan masih kurang mendalam. Apakah karena waktu yang tersedia terlalu singkat atau serial ini justru takut menguak fakta gelap yang akan menyinggung banyak nama? Tidak ada yang tahu pasti.
Jelasnya, ada banyak karya yang lebih baik jika dibandingkan dengan Dirty Pop: The Boy Band Scam. Oleh karena itu, nikmatilah dokumenter musik lainnya apabila penonton memiliki waktu luang dan ketertarikan terhadap legenda grup musik internasional.